Advertiser

Your Ad Here

Wonderfull Islam

Bahasan Utama
Mengapa Mereka Pamer Aurat?
"Saya suka pakai rok mini dan ketat karena sekarang ini sedang trend, ikut mode gitu.... Kalau ada laki-laki iseng itu kan urusan dia, saya tidak bermaksud untuk mengundang. Zaman sekarang kan zaman kebebasan. Jadi terserah kita, dong..." (Hany, 22 tahun, mahasiswi)

Pakaian mini, ketat, tipis dan terbuka bukanlah pemandangan yang asing saat ini. Simplicity atau busana dengan konsep minimalis memang tengah  menjadi trend busana tahun '99. Maka jangan heran apabila di pusat-pusat perbelanjaan, di jalan-jalan atau di gedung-gedung perkantoran busana yang serba simpel  dikenakan oleh wanita dari berbagai kalangan tanpa memandang umur ataupun status sosial ekonomi.
 
Kenapa Harus Simpel?
Busana-busana simpel  dikenakan dengan berbagai alasan.
"Saya suka karena simpel, tidak gerah dan suami tidak melarang, malahan dia suka karena saya terlihat lebih muda," kata Sari, seorang ibu rumah tangga saat dijumpai Ummi di sebuah mal. Ibu berusia 38 tahun itu memang mengenakan busana yang pendek dan ketat.
Trend mode menjadi alasan beberapa pemakai busana simpel yang dijumpai Ummi. Dina, mahasiswi berusia 24 tahun dan Tari pelajar SMU (17) juga sepakat dengan Hany bahwa mereka  mengikuti trend busana.
Alasan yang agak berbeda diungkapkan oleh Ratih, seorang pramuniaga produk kosmetik.
"Sebetulnya ini pakaian kerja, maksudnya mungkin bisa menarik pembeli karena pekerjaan saya kan menawarkan produk-produk, jadi penampilan juga harus menarik. Karena saya kerja dari pagi sampai malam ya otomatis setiap hari dari pagi sampai malam saya memakai pakaian mini ini," katanya.
Cuaca juga dapat menjadi alasan untuk menggunakan busana yang terbuka.
" Jakarta, kan panas, jadi lebih enak pakai pakaian seperti ini (pakaian ketat dan celana pendek)...," kata Arti, ibu rumah tangga berusia 43 tahun.

Busana Simpel Vs Etiket
Mien Rachman Uno saat diminta pendapatnya tentang busana mini sebagai salah satu bentuk busana simpel menyatakan bahwa ada kaidah berbusana yang disebut 3S yaitu serasi, sederhana dan sopan. Yang terkait pula dengan konsep time, place, ocassion serta kepribadian seseorang.
Dari sisi etiket, tolok ukur yang digunakan untuk menilai pakaian mini adalah kesopanan. Salah satu patokan dalam etiket berbusana adalah dilarang mengeluarkan anggota tubuh, apalagi yang merangsang. Lebih lanjut Mien menuturkan, secara umum etiket busana adalah membuat orang lain mengamati  diri kita sebagai kesatuan penampilan yang membuat orang lain nyaman memandangnya. Ketidaknyamanan dapat ditimbulkan oleh pengabaian  terhadap faktor 3S tadi.
Menurut Executive Vice President John Robert Power ini, saat berkomunikasi dengan lingkungan, busana seseorang sangat menentukan. Di dalam komunikasi terdapat faktor body language, faktor verbal, non verbal serta kontrol terhadap busana dan aksesori yang digunakan.  Sebagai contoh, karena pakaian yang digunakan terlalu mini membuat orang lain yang diajak bicara hanya memperhatikan anggota tubuh yang terlihat. Kalau itu yang terjadi, maka komunikasi yang dilakukan telah gagal.
Seorang wanita sepantasnya berusaha membuat pertemuan yang dilakukan dengan orang lain menjadi bermanfaat untuk kedua belah pihak. Sebaiknya hindarilah upaya  memanipulasi diri untuk kepentingan diri sendiri dengan berbusana berwarna mencolok dan  tidak sopan sehingga orang lain menjadi "gerah".  Dengan bahasa lain Mien menyatakan bahwa wanita-wanita yang berpakaian mini berusaha memanfaatkan kelebihan fisik mereka untuk menarik perhatian orang lain.
 Yang juga tidak kalah penting menurut Pembina Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Pusat ini adalah, "Kita harus memaksimalkan potensi perilaku kita, behavior kita, brain kita. Bukan memanipulasi our beauty. Misalnya dia sudah sopan bajunya tetapi gerakannya merangsang. Atau misalnya dia sudah sopan dengan gerakannya yang baik tapi mungkin sorot matanya. Jadi itu juga bagian dalam mempengaruhi komunikasi dengan orang lain. Busana itu bukan hanya sekedar yang melekat tetapi busana itu keseluruhan jiwa kita yang tampil pada waktu berkomunikasi dengan orang lain," katanya panjang lebar.

Busana = Mode?
Pilihan busana seseorang dilandasi oleh berbagai faktor, salah satunya mode.
"Pakaian itu juga sangat terkait dengan mode. Apalagi dalam era globalisasi seperti sekarang ini tidak lagi bisa menutup diri. Segala macam informasi datang ke kita dan mempengaruhi mode di Indonesia, " kata  Psikolog Ieda Poernomo Sigit Sidi.
Negara-negara berkembang cenderung menjadikan negara maju sebagai standar kema-juan atau modernitas, terma-suk dalam hal mode. Oleh karena itu, tidak heran apabila banyak wanita Indonesia yang sangat senang mengikuti mode yang silih berganti datang dari barat. Bahkan ada yang sampai  merasa tidak percaya diri kalau tidak mengikuti trend busana terbaru.

Haruskah Wanita Mengikuti Mode?
"Mau ikut mode atau tidak, tergantung Anda. Dari sisi lain, ikut mode atau tidak kita harus berkaca pada diri kita sendiri. Bentuk tubuh kita seperti apa? Ada yang cocok ada yang tidak. Jadi untuk yang tidak cocok ya jangan maksain. Nggak ikut mode juga enggak apa-apa. Orang enggak akan ribut kalau Anda ketinggalan jaman. Contoh saja busana muslimah. Modelnya kan begitu-begitu saja, nanti tinggal pilihan bahan, warna, yang bisa dipilih. Dengan berbusana muslimah toh kita bisa tetap tampil menarik, " kata Ida yang juga konsultan keluarga ini.

Bukan Cuma Sekedar Mode
Faktor keamanan juga dapat menjadi faktor pen-dorong seseorang untuk memilih busana yang akan dikenakannya. Setelah keru-suhan Mei tahun 1998 yang lalu dan adanya isu  perkosaan massal, beberapa wanita memutuskan untuk menge-nakan busana muslimah. Mereka merasa lebih aman dan terlindungi dengan menge-nakan busana muslimah.
Ketika memilih busana, sebenarnya faktor konse-kuensi dari busana yang akan dikenakan harus dipertim-bangkan. Maksudnya, pada saat seseorang memilih untuk mengenakan busana yang memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya, tentu ia harus berpikir tentang reaksi dari lingkungannya. Karena, menu-rut Ida yang kerap mengisi seminar-seminar ini, reaksi lingkungan tidak dapat diatur. Jadi, ketika seseorang menggunakan rok mini kemudian diganggu atau dilecehkan, dari pada hanya marah lebih baik ia berpikir: apakah sudah tepat busana yang saya  gunakan?
Menurut Ida  faktor lain yang juga  menentukan pilihan busana  adalah  keyakinan dan tingkat pemahaman sese-orang terhadap agama.
Bagi seorang muslimah dengan pemahaman agama dan kesadaran yang baik,  nilai-nilai agama menjadi faktor penentu pilihan busananya. Abul A'la Maududi dalam bukunya Al Hijab menyatakan bahwa dari sudut pandangan Islam, menutupi bagian-bagian yang memalukan (aurat) lebih penting dari pada hanya sekedar (fungsi) hiasan belaka. Islam tetap memerintahkan kepada pemeluknya, baik kaum wanita maupun kaum laki-laki untuk menutup seluruh bagian tubuhnya yang merangsang dan menarik lawan jenisnya.
Lebih lanjut  Maududi menuturkan bahwa menurut agama Islam, pakaian yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh dan memperlihatkan aurat, sama dengan tidak berpakaian sama sekali.
Rasulullah saw bersab-da:"Kaum wanita yang memperlihatkan lekuk tubuh-nya, walaupun ia mengenakan pakaian dan menarik hati orang lain dan sebaliknya berjalan dengan genitnya dengan mata melirik, tidak akan masuk syurga, bahkan mencium baunya pun tidak (HR.Muslim) *
Pakaian mini, ketat, tipis dan terbuka bukanlah pemandangan yang asing saat ini. Simplicity atau busana dengan konsep minimalis memang tengah  menjadi trend busana tahun '99. Maka jangan heran apabila di pusat-pusat perbelanjaan, di jalan-jalan atau di gedung-gedung perkantoran busana yang serba simpel  dikenakan oleh wanita dari berbagai kalangan tanpa memandang umur ataupun status sosial ekonomi.
 
Kenapa Harus Simpel?
Busana-busana simpel  dikenakan dengan berbagai alasan.
"Saya suka karena simpel, tidak gerah dan suami tidak melarang, malahan dia suka karena saya terlihat lebih muda," kata Sari, seorang ibu rumah tangga saat dijumpai Ummi di sebuah mal. Ibu berusia 38 tahun itu memang mengenakan busana yang pendek dan ketat.
Trend mode menjadi alasan beberapa pemakai busana simpel yang dijumpai Ummi. Dina, mahasiswi berusia 24 tahun dan Tari pelajar SMU (17) juga sepakat dengan Hany bahwa mereka  mengikuti trend busana.
Alasan yang agak berbeda diungkapkan oleh Ratih, seorang pramuniaga produk kosmetik.
"Sebetulnya ini pakaian kerja, maksudnya mungkin bisa menarik pembeli karena pekerjaan saya kan menawarkan produk-produk, jadi penampilan juga harus menarik. Karena saya kerja dari pagi sampai malam ya otomatis setiap hari dari pagi sampai malam saya memakai pakaian mini ini," katanya.
Cuaca juga dapat menjadi alasan untuk menggunakan busana yang terbuka.
" Jakarta, kan panas, jadi lebih enak pakai pakaian seperti ini (pakaian ketat dan celana pendek)...," kata Arti, ibu rumah tangga berusia 43 tahun.

Busana Simpel Vs Etiket
Mien Rachman Uno saat diminta pendapatnya tentang busana mini sebagai salah satu bentuk busana simpel menyatakan bahwa ada kaidah berbusana yang disebut 3S yaitu serasi, sederhana dan sopan. Yang terkait pula dengan konsep time, place, ocassion serta kepribadian seseorang.
Dari sisi etiket, tolok ukur yang digunakan untuk menilai pakaian mini adalah kesopanan. Salah satu patokan dalam etiket berbusana adalah dilarang mengeluarkan anggota tubuh, apalagi yang merangsang. Lebih lanjut Mien menuturkan, secara umum etiket busana adalah membuat orang lain mengamati  diri kita sebagai kesatuan penampilan yang membuat orang lain nyaman memandangnya. Ketidaknyamanan dapat ditimbulkan oleh pengabaian  terhadap faktor 3S tadi.
Menurut Executive Vice President John Robert Power ini, saat berkomunikasi dengan lingkungan, busana seseorang sangat menentukan. Di dalam komunikasi terdapat faktor body language, faktor verbal, non verbal serta kontrol terhadap busana dan aksesori yang digunakan.  Sebagai contoh, karena pakaian yang digunakan terlalu mini membuat orang lain yang diajak bicara hanya memperhatikan anggota tubuh yang terlihat. Kalau itu yang terjadi, maka komunikasi yang dilakukan telah gagal.
Seorang wanita sepantasnya berusaha membuat pertemuan yang dilakukan dengan orang lain menjadi bermanfaat untuk kedua belah pihak. Sebaiknya hindarilah upaya  memanipulasi diri untuk kepentingan diri sendiri dengan berbusana berwarna mencolok dan  tidak sopan sehingga orang lain menjadi "gerah".  Dengan bahasa lain Mien menyatakan bahwa wanita-wanita yang berpakaian mini berusaha memanfaatkan kelebihan fisik mereka untuk menarik perhatian orang lain.
 Yang juga tidak kalah penting menurut Pembina Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Pusat ini adalah, "Kita harus memaksimalkan potensi perilaku kita, behavior kita, brain kita. Bukan memanipulasi our beauty. Misalnya dia sudah sopan bajunya tetapi gerakannya merangsang. Atau misalnya dia sudah sopan dengan gerakannya yang baik tapi mungkin sorot matanya. Jadi itu juga bagian dalam mempengaruhi komunikasi dengan orang lain. Busana itu bukan hanya sekedar yang melekat tetapi busana itu keseluruhan jiwa kita yang tampil pada waktu berkomunikasi dengan orang lain," katanya panjang lebar.

Busana = Mode?
Pilihan busana seseorang dilandasi oleh berbagai faktor, salah satunya mode.
"Pakaian itu juga sangat terkait dengan mode. Apalagi dalam era globalisasi seperti sekarang ini tidak lagi bisa menutup diri. Segala macam informasi datang ke kita dan mempengaruhi mode di Indonesia, " kata  Psikolog Ieda Poernomo Sigit Sidi.
Negara-negara berkembang cenderung menjadikan negara maju sebagai standar kema-juan atau modernitas, terma-suk dalam hal mode. Oleh karena itu, tidak heran apabila banyak wanita Indonesia yang sangat senang mengikuti mode yang silih berganti datang dari barat. Bahkan ada yang sampai  merasa tidak percaya diri kalau tidak mengikuti trend busana terbaru.

Haruskah Wanita Mengikuti Mode?
"Mau ikut mode atau tidak, tergantung Anda. Dari sisi lain, ikut mode atau tidak kita harus berkaca pada diri kita sendiri. Bentuk tubuh kita seperti apa? Ada yang cocok ada yang tidak. Jadi untuk yang tidak cocok ya jangan maksain. Nggak ikut mode juga enggak apa-apa. Orang enggak akan ribut kalau Anda ketinggalan jaman. Contoh saja busana muslimah. Modelnya kan begitu-begitu saja, nanti tinggal pilihan bahan, warna, yang bisa dipilih. Dengan berbusana muslimah toh kita bisa tetap tampil menarik, " kata Ida yang juga konsultan keluarga ini.

Bukan Cuma Sekedar Mode
Faktor keamanan juga dapat menjadi faktor pen-dorong seseorang untuk memilih busana yang akan dikenakannya. Setelah keru-suhan Mei tahun 1998 yang lalu dan adanya isu  perkosaan massal, beberapa wanita memutuskan untuk menge-nakan busana muslimah. Mereka merasa lebih aman dan terlindungi dengan menge-nakan busana muslimah.
Ketika memilih busana, sebenarnya faktor konse-kuensi dari busana yang akan dikenakan harus dipertim-bangkan. Maksudnya, pada saat seseorang memilih untuk mengenakan busana yang memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya, tentu ia harus berpikir tentang reaksi dari lingkungannya. Karena, menu-rut Ida yang kerap mengisi seminar-seminar ini, reaksi lingkungan tidak dapat diatur. Jadi, ketika seseorang menggunakan rok mini kemudian diganggu atau dilecehkan, dari pada hanya marah lebih baik ia berpikir: apakah sudah tepat busana yang saya  gunakan?
Menurut Ida  faktor lain yang juga  menentukan pilihan busana  adalah  keyakinan dan tingkat pemahaman sese-orang terhadap agama.
Bagi seorang muslimah dengan pemahaman agama dan kesadaran yang baik,  nilai-nilai agama menjadi faktor penentu pilihan busananya. Abul A'la Maududi dalam bukunya Al Hijab menyatakan bahwa dari sudut pandangan Islam, menutupi bagian-bagian yang memalukan (aurat) lebih penting dari pada hanya sekedar (fungsi) hiasan belaka. Islam tetap memerintahkan kepada pemeluknya, baik kaum wanita maupun kaum laki-laki untuk menutup seluruh bagian tubuhnya yang merangsang dan menarik lawan jenisnya.
Lebih lanjut  Maududi menuturkan bahwa menurut agama Islam, pakaian yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh dan memperlihatkan aurat, sama dengan tidak berpakaian sama sekali.
Rasulullah saw bersab-da:"Kaum wanita yang memperlihatkan lekuk tubuh-nya, walaupun ia mengenakan pakaian dan menarik hati orang lain dan sebaliknya berjalan dengan genitnya dengan mata melirik, tidak akan masuk syurga, bahkan mencium baunya pun tidak (HR.Muslim) *
 
Boks Bahasan Utama
Model itu Kapstok Hidup yang Tak Berperasaan
Seratus tujuh puluh, putih, dan cantik. Wajar jika dia sering dipakai perancang ternama seperti Eduard Hutabarat dan berjalan di catwalk internasional seperti di Jepang dan negara-negara lain. Berikut bincang-bincang UMMI dengan mantan model tersebut:

Sejak kapan terjun ke dunia modelling?
Sejak saya SMA. Awalnya hanya tawaran manggung untuk daerah saja, Jambi. Terus ya ke Jakarta bahkan  ke luar negeri. Sejak menang Putri Citra, tawaran pemotretan banyak sekali.

Memutuskan berhenti dari modelling itu ceritanya bagaimana?
Hati sepertinya udah nggak bisa lagi hidup di sana, gitu. Kita nggak diperlakukan seperti manusia, sih. Model itu kapstok hidup yang tak berperasaan atau diharapkan tidak berperasaan. Di sini bukan lagi buka-bukaan, tapi emang buka beneran. Ada baju yang kadang sulit memakainya, kita dibajuin asisten desainer. Kita mesti terima dipegang apa saja.
Waktu antara satu sesi dengan sesi berikut itu sangat sempit. Jadi sambil berlari ke belakang panggung, satu demi satu baju itu dilucuti. Laki-perempuan nyampur dalam keadaan naked atau almost naked!
Belum lagi gaul bebasnya.  Ada aja teman model yang jadi simpanan petinggi negara, atau gay, atau lesbi. Parah, deh.
Tahun 95, saya pindah daerah, kuliah. Berarti ketemu  lingkungan lain. Alhamdulillah, Allah memudahkan saya lepas dari dunia modelling dan mengenakan busana takwa, jilbab.

Susah nggak?
Hmm, sedikit. Setelah saya berjilbab, ada tawaran manggung di Kanada dan beberapa negara lain. Wah, sempet perang batin juga. Apalagi mereka menjanjikan pakaian tertutup. Tapi, yang namanya modelling, setertutup apa, sih? Alhamdulillah, Allah masih jaga saya. Allah sayang saya.

Perasaan waktu berjalan di catwalk dengan pakaian mini itu bagaimana?
Risih, pasti. Jelas sekali mata-mata lelaki itu 'menikmati' saya. Tapi, ya, waktu itu enak banget, kayaknya. Tampil, dibayar, difoto, bahkan sering diajak ke luar negeri. Glamour. Jadi, segala rasa risih itu terkalahkan.

Setelah berjilbab, bagaimana perasaan Rian?
Wah, tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Damai, sejuk, tenang. Subhanallah, dalam Islamlah kita dapatkan keindahan hidup. Satu hal lagi, harga diri saya sebagai perempuan tumbuh lagi. Lelaki tak bisa lagi 'menikmati' saya semaunya! Bangga banget rasanya sebagai muslimah. Terlindungi. (muth)
 

 
 
0 Responses

Posting Komentar