Advertiser

Your Ad Here

Investor Asing Baru Sadar Indonesia Menarik


Kamis, 28 Mei 2009 | 09:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tiba-tiba saja sejumlah perusahaan investasi asing getol merekomendasikan beli atas instrumen-instrumen investasi terbitan Indonesia. Padahal, sepanjang kuartal terakhir 2008 hingga kuartal pertama 2009, mereka masih alergi masuk ke pasar modal kita.

Buktinya, pada penerbitan obligasi global Februari lalu, Indonesia mesti membayar bunga kupon yang sangat tinggi, 11,625 persen, untuk seri obligasi dalam mata uang dollar AS bertenor 10 tahun. Padahal, Filipina yang peringkat utangnya lebih rendah dari kita hanya memberikan imbal basil sekitar 8 persen.

Kini, lembaga investasi asing seolah baru menyadari, risiko investasi Indonesia jauh lebih rendah ketimbang Filipina. Pasalnya, Indonesia memiliki komoditas yang menunjang pemulihan ekonomi. "Indonesia seperti gula-gula lantaran mempunyai banyak komoditas, seperti minyak, logam dasar, dan batu bara yang masih dibutuhkan di seluruh dunia," ujar Winston Herrera, analis kredit BNP Paribas SA di Hongkong, seperti dikutip Bloomberg (2715).

Pada hari yang sama, Citi Private Bank menyatakan, selain Thailand, investasi surat utang Pemerintah Indonesia lebih disukai di kawasan Asia. Awal pekan ini, Deutsche Bank AG juga menyarankan agar investornya membeli saham-saham di Indonesia. Pada 18 Mei, JPMorgan pun mengerek rekomendasi investasi Indonesia dari netral menjadi overweight.

Sebelumnya, Western Asset Management Co, Allianz SE, DBS Asset Management, dan Fortis Investment pun berpandangan positif terhadap pasar Indonesia. Alasannya, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mampu mengendalikan inflasi di bawah 10 persen dan melonggarkan likuiditas valas. Alhasil, empat lembaga investasi yang secara gabungan mengelola aset senilai 1,7 triliun dollar AS tersebut berani membeli Surat Utang Negara (SUN).

Adapun ING Groep NV meramalkan, kurs rupiah bisa melaju ke Rp 9.800 per dollar AS dalam tiga bulan dan mencapai Rp 9.300 per dollar AS pada akhir tahun, sedangkan IHSG bisa mencapai 2.000.

Ekonom David Sumual berpendapat, banyak investor asing masuk karena melihat Indonesia masih mencetak pertumbuhan ekonomi tahun ini. la memperkirakan, ekonomi kita tahun ini akan tumbuh 4,4 persen. "Permintaan konsumen dalam negeri masih kuat," katanya.

Pengamat Pasar Modal, Goei Siauw Hong, menambahkan, harga komoditas mungkin kembali terbang jika negara-negara maju mengalami V-recovery. "Namun, kemungkin terjadi V recovery itu menurut saya 20 persen-30 persen. Jadi, investor harus mengawasi investasinya day by day," tuturnya. (Wahyu Tri Rahmawati, Asih Kirana Wardani/Kontan)
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar